Senin, 03 Oktober 2016

Rekoleksi Kerahiman Allah Dalam Pengabdian Guru

Pastor Alexius Dwi Widiatna CM memberikan Rekoleksi Pengabdian Guru
Guru sebagai salah satu profesi yang penuh dinamika, apalagi dalam mengahdapi kemajuan jaman, memerlukan usaha yang terus menerus untuk meningkatkan mutu profesionalitas. Salah satu bentuknya adalah Rekoleksi sehari bagi guru-guru Katolik yang diadakan oleh Sentra Belajar Guru Dekenat Tangerang Komisi Pendidikan Keuskupan agung Jakarta. Rekoleksi ini diadakan pada hari Minggu, 1 Oktober 2016 di Aula TK-KB Tarakanita Gading Serpong Tangerang dan diikuti oleh lebih dari 200 guru katolik dari sekolah swasta katolik, sekolah swasta non Katolik dan Sekolah Negeri dari Paroki yang ada di Tangerang seperti Santo Laurentius, Santa Helena, Santa Monika, santo Agustinus, Santo Barnabas, dan lain - lain.
Dalam sambutannya Ibu Mari Indarwati Sidharta salah satu pengurus Komisi Pendidikan Keuskupan Agung
Jakarta menyatakan tujuan Rekoleksi Pengabdian Guru pada Tahun Kerahiman Allah adalah sebagai berikut :
-          guru sebagai pendidik mampu mewujudkan Kerahiman Allah kepada peserta didik
-          semakin menjunjung tinggi profesionalitas
-          menghormati pribadi peserta sebagai pribadi yang bermartabat dan citra Allah
-          memanusiakan peserta didik sebagai kaum muda
-          berbelas kasih, panjang sabar, dan tidak kenal lelah dalam mengampuni
-          mampu mewujudkan budaya kebapakkan dan keibuan pada peserta didik
-         mengembangkan potensi peserta didik secara optimal baik dari segi fisik, mental, dan spiritual

Acara Rekoleksi berlangsung penuh dengan gelak tawa 
Pembicara dalam rekoleksi ini adalah Pastor Alexius Dwi Widiatna CM dengan mengambil tema “ Guru, Masihkan di gugu dan di tiru ” Pastor Alexius sangat dekat dengan dunia pendidikan, dari tahun 2002 – 2012 menjabat sebagai Kepala Sekolah St Louis Surabaya, telah lulus dari program pasca Sarjana bidang pendidikan salah satu universitas di New York, Amerika Serikat dan saat ini sedang mengambil program Doktoral Manajemen Pendidikan.

Peserta Rekoleksi memberikan sharing saat menjadi guru Sekolah Luar Biasa
Dalam rekoleksi ini, Pastor Alexius mengajak guru untuk kembali berefleksi apakah arti guru, apakah tugas guru, mengapa menjadi guru dan tantangan menjadi guru saat ini.
Pendidikan berasal dari bahasa Latin yang berarti Education, Educare, Educe, yang dapat diartikan mengolah tanah, menjinakkan binatang buas, keluar untuk membawa, sehingga dapat diartikan pendidik adalah pembawa keluar dari penindasan atau ketidaktahuan.
Sedangkan guru adalah istilah dari bahasa Sansekerta, dari kata Gu dan Ru. Gu berarti gelap dan Ru berarti terang, sehingga guru adalah membawa peserta didik dari gelap ke terang.
Menjadi guru adalah sebuah panggilan dari Tuhan. Panggilan menuntut jawaban terus-menerus, menuntut pengorbanan baik secara materi, waktu, hobby, kesenangan pribadi, dan terlebih pengorbanan hati. Artinya berani menerima apa adanya orang-orang dan situasi sekolah dan berani menderita apabila tidak seperti yang kita harapkan. Sebagai kristiani, guru dapat belajar langsung dari Yesus Sang Guru Agung (Markus 1 : 22, Yohanes 8:2, Matius 4 : 23 dan Lukas 4 : 15)

Pertanyaan Mengapa Menjadi Guru yang diajukan Pastor Alexius Dwi Atmana CM menggelitik Peserta Rekoleksi
Fungsi dan tujuan pendidik telah digariskan pada UU RI no 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab II pasal 3 sebagai berikut :
Fungsi : mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tujuan : Untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan, menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Pusat perhatian utama dalam dunia pendidikan adalah peserta didik yang diharapkan dapat menjadi manusia utuh, yang meliputi 5 kecerdasan yaitu :
  1. kecerdasan fisik (Physical Quotient)
  2. Kecerdasan Intelek (Intellectual Quotient)
  3. Kecerdasan Emosi (Emotional Quotient)
  4. Kecerdasan Rohani (Spiritual Quotient)
  5. Kecerdasan Daya Juang (Adversity Quotient)
Dengan harapan 5 kecerdasan di atas, maka tugas guru tidaklah mudah, perlu usaha yang terus-menerus untuk meningkatkan profesionalitas. Apalagi antara guru dan peserta didik telah berbeda zaman. Guru yang merupakan digital Immigrant sementara peserta didik yang merupakan digital natives. Digital Immigrant merupakan pendatang dalam era digital, lahir dibawah 1970 an, 
Digital Natives adalah lahir pada akhir 1970 an, senang dengan permainan, gambar, grafik, belajar dengan random, teknologi network,

Peserta Rekoleksi antusias saat mendengarkan sharing pengalaman mengajar di Papua
Struktor otak, pola pikir, kecepatan menerima informasi antara digital natives dan digital immigrant berbeda. Ada dua pilihan dalam menyikapi hal ini, siswa yang merupakan digital natives perlu belajar cara lama yang sudah ketinggalan jaman atau guru yang merupakan gigital immigrant perlu menyesuaikan diri dengan dan belajar cara yang baru. 
Salah seorang peserta menshasringkan pengalamannya mengajar selama lebih dari 30 tahun
Menjadi tugas guru yang harus mengikuti perkembangan jaman. Guru sebagai gigital immigrant menggunakan bahasa yang sudah ketinggalan jaman. Untuk itu perlu motivasi dari guru sendiri untuk terus menerus belajar agar pengetahuan yang dimiliki guru dari bangku kuliah tidak mandeg tetapi berkembang terus untuk memenuhi harapan peserta didik. Salah satu tips yang diberikan Pastor Alexius adalah meluangkan waktu membaca, minimal sehari 10 lembar, agar merangsang otak tetap bekerja dan menerima informasi baru. Akhirnya pastor Alxius berpean "Jadilah Guru Yang Baik"
Rekoleksi berjalan lancar dan penuh makna hingga selesai, dan ditutup dengan Perayaan Misa Ekaristi Kudus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar